Jogja,
dikenal sebagai kota budaya kota pendidikan dan banyak lagi sebutannya. Banyak
suka-duka saya alami di kota tempat saya dilahirkan, dibesarkan, sekolah dan
bekerja sampai usia saya hamper 40 tahun yang akhirnya mengharuskan saya
berangkat ke Pulau Kalimantan untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik.
Hal ini bukan berarti di Jogja tidak ada kehidupan yang baik,
tetapi banyak cita-cita saya yang mengharuskan saya berangkat meninggalkan
daerah tercinta saya tersebut.
Untuk mengenangnya saya ingin sedikit mengulas keaneka ragaman
jogja.
Ada jalan yang dikenal dengan nama jalan Trikora. Jalan ini arah
menuju Alun-Alun Utara Yogyakarta, atau memasuki pintu gerbang benteng Kraton
Yogyakarta. Sekarang, jalan ini masih tetap bernama jalan Trikora. Lokasinya
masih sama, tetapi situasinya sudah berbeda. Jalan Trikora, merupakan satu
lintas dengan jalan Maliobro, atau dari arah Malioboro ke selatan lurus sampai
ke jalan Trikora. Setelah melintas perempatan Kantor Pos, masuklah ke jalan
Trikora.
Sebelah kiri dan kanan jalan Trikora, atau tepatnya sebelah barat
dan timur jalan Trikora ada bangunan Kantor Pos dan Bank. Kedua bangunan masih
berdiri dan orang mengenalnya sebagai BNI dan Kantor Pos. Pastilah, dibanding
suasana tahun 1935 dengan suasana sekarang (tahun 2010) sudah banyak sekali
perubahan.
Pada tahun 1935, setidaknya bisa dilihat pada foto jalan Trikora,
terlihat pengendara sepeda dan pejalan kaki masih dominant. Rindang pohon juga
masih bisa terasakan. Suasana lengang, tampak terasa di jalan Trikora pada masa
itu. Bangunan-bangunan lama masih tampak berdiri dan memberikan cita rasa lokal
dan kolonial. Di tepi jalan, atau di trotoar, tidak ada pedagang kaki lima dan
parkir kendaraan yang mengganggu. Pemakai jalan, pada watu itu, sungguh leluasa
menapaki jalan Trikora. Meski tidak ada papan nama yang menunjukkan jalan
Trikora, namun orang, pada waktu itu, sudah tahu, bahwa perempatan kantor pos
ke selatan adalah jalan Trikora.
Sekarang, setidaknya Ferbuari 2010, jalan Trikora yang dulu
lengang sudah padat kendaraan. Selain ada becak dan sepeda onthel, mobil serta
sepeda motor tidak pernah sepi. Di trotoar, selain ada pedagang kaki lima,
tidak pernah sepi dari parkir sepeda motor dan mobil. Jadi, jalan Trikora
sekarang sudah tidak nyaman untuk pejalan kaki dan pengendara sepeda onthel.
Papan nama yang menunjukkan jalan Trikora dipasang disebelah barat
jalan. Tulisannya berwarna putih dengan latar belakang warna hijau. Dipasang
tidak jauh dari lampu merah. Atau persisnya, sebelah utara lampu merah.
Jalan Trikora Alun-Alun Utara 1935 mengingatkan akan masa lalu,
dan jalan Trikora sekarang menyiratkan persoalan lalu lintas yang semakin
kompleks.
0 komentar:
Posting Komentar