Candi Prambanan
Candi Prambanan atau Candi Rara Jonggrang
adalah kompleks candi
Hindu terbesar di Indonesia
yang dibangun pada abad ke-9 masehi. Candi ini dipersembahkan untuk Trimurti, tiga
dewa utama Hindu yaitu Brahma sebagai dewa pencipta, Wishnu sebagai dewa
pemelihara, dan Siwa
sebagai dewa pemusnah. Berdasarkan prasasti
Siwagrha nama asli kompleks candi ini adalah Siwagrha (bahasa sansekerta
yang bermakna: 'Rumah Siwa'), dan memang di garbagriha (ruang utama)
candi ini bersemayam arca Siwa Mahadewa setinggi tiga meter yang menujukkan
bahwa di candi ini dewa Siwa lebih diutamakan.
Candi ini
terletak di desa Prambanan, pulau Jawa, kurang lebih 20 kilometer timur Yogyakarta,
40 kilometer barat Surakarta dan 120 kilometer selatan Semarang,
persis di perbatasan antara provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.[1] Candi Rara Jonggrang terletak di desa
Prambanan yang wilayahnya dibagi antara kabupaten Sleman dan Klaten.
Candi ini
adalah termasuk Situs Warisan Dunia UNESCO, candi Hindu terbesar di Indonesia, sekaligus
salah satu candi terindah di Asia Tenggara. Arsitektur bangunan ini berbentuk
tinggi dan ramping sesuai dengan arsitektur Hindu pada umumnya dengan candi
Siwa sebagai candi utama memiliki ketinggian mencapai 47 meter menjulang di
tengah kompleks gugusan candi-candi yang lebih kecil.[2]
Sebagai salah satu candi termegah di Asia Tenggara, candi Prambanan menjadi
daya tarik kunjungan wisatawan dari seluruh dunia.[3]
Menurut
prasasti Siwagrha, candi ini mulai dibangun pada sekitar tahun 850 masehi oleh Rakai
Pikatan, dan terus dikembangkan dan diperluas oleh Balitung Maha Sambu, di masa kerajaan
Medang Mataram.
Sejarah
Prambanan
adalah candi Hindu terbesar dan termegah yang pernah dibangun di Jawa kuno,
pembangunan candi Hindu kerajaan ini dimulai oleh Rakai
Pikatan sebagai tandingan candi Buddha Borobudur dan
juga candi
Sewu yang terletak tak jauh dari Prambanan. Beberapa sejarawan lama menduga
bahwa pembangunan candi agung Hindu ini untuk menandai kembali berkuasanya keluarga
Sanjaya atas Jawa, hal ini terkait teori wangsa kembar berbeda keyakinan
yang saling bersaing; yaitu wangsa Sanjaya penganut Hindu dan wangsa Sailendra
penganut Buddha. Pastinya, dengan dibangunnya candi ini menandai bahwa
Hinduisme aliran Saiwa kembali mendapat dukungan keluarga kerajaan, setelah
sebelumnya wangsa Sailendra cenderung lebih mendukung Buddha aliran Mahayana. Hal
ini menandai bahwa kerajaan Medang beralih fokus dukungan keagamaanya,
dari Buddha Mahayana ke pemujaan terhadap Siwa.
Bangunan ini
pertama kali dibangun sekitar tahun 850 Masehi oleh Rakai Pikatan
dan secara berkelanjutan disempurnakan dan diperluas oleh Raja Lokapala dan
raja Balitung
Maha Sambu. Berdasarkan prasasti
Siwagrha berangka tahun 856 M, bangunan suci ini dibangun untuk memuliakan
dewa Siwa, dan nama
asli bangunan ini dalam bahasa sansekerta adalah Siwagrha (sansekerta:Shiva-grha
yang berarti: 'Rumah Siwa') atau Siwalaya (Sansekerta:Shiva-laya
yang berarti: 'Ranah Siwa' atau 'Alam Siwa').[4]
Dalam prasasti ini disebutkan bahwa saat pembangunan candi Siwagrha tengah
berlangsung, dilakukan juga pekerjaan umum perubahan tata air untuk memindahkan
aliran sungai di dekat candi ini. Sungai yang dimaksud adalah sungai Opak
yang mengalir dari utara ke selatan sepanjang sisi barat kompleks candi
Prambanan. Sejarawan menduga bahwa aslinya aliran sungai ini berbelok
melengkung ke arah timur, dan dianggap terlalu dekat dengan candi sehingga
erosi sungai dapat membahayakan konstruksi candi. Proyek tata air ini dilakukan
dengan membuat sodetan sungai baru yang memotong lengkung sungai dengan poros
utara-selatan sepanjang dinding barat di luar kompleks candi. Bekas aliran
sungai asli kemudian ditimbun untuk memberikan lahan yang lebih luas bagi
pembangunan deretan candi perwara (candi pengawal atau candi pendamping).
Beberapa
arkeolog berpendapat bahwa arca Siwa di garbhagriha (ruang utama) dalam candi Siwa sebagai
candi utama merupakan arca perwujudan raja Balitung,
sebagai arca pedharmaan anumerta beliau.[5]
Nama Prambanan, berasal dari nama desa tempat candi ini berdiri, diduga
merupakan perubahan nama dialek bahasa Jawa
dari "Para Brahman", yang mungkin merujuk kepada masa jaya candi ini
yang dahulu dipenuhi oleh para brahmana.
Kompleks
bangunan ini secara berkala terus disempurnakan oleh raja-raja Medang Mataram
berikutnya, seperti raja Daksa dan Tulodong, dan diperluas dengan membangun ratusan candi-candi
tambahan di sekitar candi utama. Karena kemegahan candi ini, candi Prambanan
berfungsi sebagai candi agung Kerajaan Mataram, tempat digelarnya berbagai
upacara penting kerajaan. Pada masa puncak kejayaannya, sejarawan menduga bahwa
ratusan pendeta brahmana
dan murid-muridnya berkumpul dan menghuni pelataran luar candi ini untuk
mempelajari kitab Weda
dan melaksanakan berbagai ritual dan upacara Hindu. Sementara pusat kerajaan
atau keraton
kerajaan Mataram diduga terletak di suatu tempat di dekat Prambanan di Dataran
Kewu.
Diterlantarkan
Sekitar tahun
930-an, ibu kota kerajaan berpindah ke Jawa Timur
oleh Mpu Sindok, yang mendirikan Wangsa
Isyana. Penyebab kepindahan pusat kekuasaan ini tidak diketahui secara
pasti. Akan tetapi sangat mungkin disebabkan oleh letusan hebat Gunung
Merapi yang menjulang sekitar 20 kilometer di
utara candi Prambanan. Kemungkinan penyebab lainnya adalah peperangan dan
perebutan kekuasaan. Setelah perpindahan ibu kota, candi Prambanan mulai
terlantar dan tidak terawat, sehingga pelan-pelan candi ini mulai rusak dan
runtuh.
Bangunan candi
ini diduga benar-benar runtuh akibat gempa bumi hebat pada abad ke-16. Meskipun
tidak lagi menjadi pusat keagamaan dan ibadah umat Hindu, candi ini masih
dikenali dan diketahui keberadaannya oleh warga Jawa yang menghuni desa
sekitar. Candi-candi serta arca Durga dalam bangunan utama candi ini
mengilhami dongeng rakyat Jawa yaitu legenda Rara
Jonggrang. Setelah perpecahan Kesultanan Mataram pada tahun 1755, reruntuhan
candi dan sungai Opak di dekatnya menjadi tanda pembatas antara wilayah Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta (Solo).
Kompleks candi
Model
arsitektur rekonstruksi kompleks candi Prambanan, aslinya terdapat 240 candi
berdiri di kompleks ini.
Pintu masuk ke
kompleks bangunan ini terdapat di keempat arah penjuru mata angin, akan tetapi
arah hadap bangunan ini adalah ke arah timur, maka pintu masuk utama candi ini
adalah gerbang timur. Kompleks candi Prambanan terdiri dari:
- 3 Candi Trimurti: candi Siwa, Wisnu, dan Brahma
- 3 Candi Wahana: candi Nandi, Garuda, dan Angsa
- 2 Candi Apit: terletak antara barisan candi-candi Trimurti dan candi-candi Wahana di sisi utara dan selatan
- 4 Candi Kelir: terletak di 4 penjuru mata angin tepat di balik pintu masuk halaman dalam atau zona inti
- 4 Candi Patok: terletak di 4 sudut halaman dalam atau zona inti
- 224 Candi Perwara: tersusun dalam 4 barisan konsentris dengan jumlah candi dari barisan terdalam hingga terluar: 44, 52, 60, dan 68
Maka terdapat
total 240 candi di kompleks Prambanan.
Aslinya
terdapat 240 candi besar dan kecil di kompleks Candi Prambanan.[12]
Tetapi kini hanya tersisa 18 candi; yaitu 8 candi utama dan 8 candi kecil di
zona inti serta 2 candi perwara. Banyak candi perwara yang belum dipugar, dari
224 candi perwara hanya 2 yang sudah dipugar, yang tersisa hanya tumpukan batu
yang berserakan. Kompleks candi Prambanan terdiri atas tiga zona; pertama
adalah zona luar, kedua adalah zona tengah yang terdiri atas ratusan candi,
ketiga adalah zona dalam yang merupakan zona tersuci tempat delapan candi utama
dan delapan kuil kecil.
Penampang denah
kompleks candi Prambanan adalah berdasarkan lahan bujur sangkar yan terdiri
atas tiga bagian atau zona, masing-masing halaman zona ini dibatasi tembok batu
andesit. Zona terluar ditandai dengan pagar bujur sangkar yang masing-masing
sisinya sepanjang 390 meter, dengan orientasi Timur Laut - Barat Daya. Kecuali
gerbang selatan yang masih tersisa, bagian gerbang lain dan dinding candi ini
sudah banyak yang hilang. Fungsi dari halaman luar ini secara pasti belum
diketahui; kemungkinan adalah lahan taman suci, atau kompleks asrama Brahmana
dan murid-muridnya. Mungkin dulu bangunan yang berdiri di halaman terluar ini
terbuat dari bahan kayu, sehingga sudah lapuk dan musnah tak tersisa.
Candi Prambanan
adalah salah satu candi Hindu terbesar di Asia
Tenggara selain Angkor Wat. Tiga candi utama disebut Trimurti
dan dipersembahkan kepadantiga dewa utama Trimurti: Siwa sang Penghancur, Wisnu sang Pemelihara dan Brahma sang Pencipta. Di kompleks
candi ini Siwa lebih diutamakan dan lebih dimuliakan dari dua dewa Trimurti
lainnya. Candi Siwa sebagai bangunan utama sekaligus yang terbesar dan
tertinggi, menjulang setinggi 47 meter.
Candi Siwa
Candi Siwa,
candi utama di kompleks candi Prambanan yang dipersembahkan untuk dewa Siwa.
Halaman dalam
adalah zona paling suci dari ketiga zona kompleks candi. Pelataran ini
ditinggikan permukaannya dan berdenah bujur sangkar dikurung pagar batu dengan
empat gerbang di empat penjuru mata angin. Dalam halaman berpermukaan pasir ini
terdapat delapan candi utama; yaitu tiga candi utama yang disebut candi Trimurti
("tiga wujud"), dipersembahkan untuk tiga dewa Hindu tertinggi: Dewa Brahma Sang
Pencipta, Wishnu Sang Pemelihara, dan Siwa Sang Pemusnah.
Candi Siwa
sebagai candi utama adalah bangunan terbesar sekaligus tetinggi di kompleks
candi Rara Jonggrang, berukuran tinggi 47 meter dan lebar 34 meter. Puncak
mastaka atau kemuncak candi ini dimahkotai modifikasi bentuk wajra yang
melambangkan intan atau halilintar. Bentuk wajra ini merupakan versi Hindu
sandingan dari stupa
yang ditemukan pada kemuncak candi Buddha. Candi Siwa dikelilingi lorong galeri
yang dihiasi relief
yang menceritakan kisah Ramayana; terukir di dinding dalam pada pagar langkan. Di
atas pagar langkan ini dipagari jajaran kemuncak yang juga berbentuk wajra.
Untuk mengikuti kisah sesuai urutannya, pengunjung harus masuk dari sisi timur,
lalu melakukan pradakshina yakni berputar mengelilingi candi sesuai arah
jarum jam. Kisah Ramayana ini dilanjutkan ke Candi Brahma.
Candi Siwa di
tengah-tengah, memuat lima ruangan, satu ruangan di setiap arah mata angin
dan satu garbagriha, yaitu ruangan utama dan terbesar yang terletak di
tengah candi. Ruangan timur terhubung dengan ruangan utama tempat bersemayam
sebuah arca Siwa Mahadewa (Perwujudan Siwa sebagai Dewa
Tertinggi) setinggi tiga meter. Arca ini memiliki Lakçana (atribut atau
simbol) Siwa, yaitu chandrakapala (tengkorak di atas bulan sabit), jatamakuta
(mahkota keagungan), dan trinetra (mata ketiga) di dahinya. Arca ini
memiliki empat lengan yang memegang atribut Siwa, seperti aksamala
(tasbih), camara (rambut ekor kuda pengusir lalat), dan trisula. Arca
ini mengenakan upawita (tali kasta) berbentuk ular naga (kobra). Siwa
digambarkan mengenakan cawat dari kulit harimau, digambarkan dengan ukiran
kepala, cakar, dan ekor harimau di pahanya. Sebagian sejarawan beranggapa bahwa
arca Siwa ini merupakan perwujudan raja Balitung
sebagai dewa Siwa, sebagai arca pedharmaan anumerta beliau. Sehingga ketika
raja ini wafat, arwahnya dianggap bersatu kembali dengan dewa penitisnya yaitu
Siwa.[13]
Arca Siwa Mahadewa ini berdiri di atas lapik bunga padma di atas
landasan persegi berbentuk yoni yang pada sisi utaranya terukir ular Nāga (kobra).
Tiga ruang yang
lebih kecil lainnya menyimpan arca-arca yang ukuran lebih kecil yang berkaitan
dengan Siwa. Di dalam ruang selatan terdapat Resi Agastya, Ganesha putra Siwa di ruang barat, dan di ruang
utara terdapat arca sakti atau istri Siwa, Durga Mahisasuramardini,
menggambarkan Durga
sebagai pembasmi Mahisasura, raksasa Lembu yang menyerang swargaloka.
Arca Durga ini juga disebut sebagai Rara Jonggrang (dara langsing)
oleh penduduk setempat. Arca ini dikaitkan dengan tokoh putri legendaris Rara
Jonggrang.
Candi Brahma dan Candi Wishnu
Dua candi
lainnya dipersembahkan kepada Dewa Wisnu, yang terletak di sisi utara dan satunya dipersembahkan
kepada Brahma,
yang terletak di sisi selatan. Kedua candi ini menghadap ke timur dan hanya
terdapat satu ruang, yang dipersembahkan untuk dewa-dewa ini. Candi Brahma
menyimpan arca Brahma dan Candi Wishnu menyimpan arca Wishnu yang berukuran
tinggi hampir 3 meter. Ukuran candi Brahma dan Wishnu adalah sama, yakni lebar
20 meter dan tinggi 33 meter.
Candi Wahana
Candi Garuda,
salah satu candi wahana
Tepat di depan
candi Trimurti terdapat tiga candi yang lebih kecil daripada candi Brahma dan
Wishnu yang dipersembahkan kepada kendaraan atau wahana dewa-dewa
ini; sang lembu Nandi
wahana Siwa, sang Angsa
wahana Brahma, dan sang Garuda wahana Wisnu. Candi-candi wahana ini terletak tepat di
depan dewa penunggangnya. Di depan candi Siwa terdapat candi Nandi, di dalamnya
terdapat arca lembu Nandi. Pada dinding di belakang arca Nandi ini di kiri dan
kanannya mengapit arca Chandra dewa bulan dan Surya dewa matahari.
Chandra digambarkan berdiri di atas kereta yang ditarik 10 kuda, sedangkan
Surya berdiri di atas kereta yang ditarik 7 kuda.[14]
Tepat di depan candi Brahma terdapat candi Angsa. Candi ini kosong dan tidak
ada arca Angsa di dalamnya. Mungkin dulu pernah bersemayam arca Angsa sebagai
kendaraan Brahma di dalamnya. Di depan candi Wishnu terdapat candi yang
dipersembahkan untuk Garuda, akan tetapi sama seperti candi Angsa, di dalam candi
ini tidak ditemukan arca Garuda. Mungkin dulu arca Garuda pernah ada di dalam
candi ini. Hingga kini Garuda menjadi lambang penting di Indonesia, yaitu
sebagai lambang negara Garuda
Pancasila.
Candi Apit, Candi Kelir, dan Candi Patok
Di antara baris
keenam candi-candi utama ini terdapat Candi Apit. Ukuran Candi Apit
hampir sama dengan ukuran candi perwara, yaitu tinggi 14 meter dengan tapak
denah 6 x 6 meter. Disamping 8 candi utama ini terdapat candi kecil berupa kuil
kecil yang mungkin fungsinya menyerupai pelinggihan dalam Pura Hindu Bali tempat
meletakan canang atau sesaji, sekaligus sebagai aling-aling di depan pintu
masuk. Candi-candi kecil ini yaitu; 4 Candi Kelir pada empat penjuru
mata angin di muka pintu masuk, dan 4 Candi Patok di setiap sudutnya.
Candi Kelir dan Candi Patok berbentuk miniatur candi tanpa tangga dengan tinggi
sekitar 2 meter.
Candi Perwara
Dua dinding
berdenah bujur sangkar yang mengurung dua halaman dalam, tersusun dengan
orientasi sesuai empat penjuru mata angin. Dinding kedua berukuran panjang 225
meter di tiap sisinya. Di antara dua dinding ini adalah halaman kedua atau zona
kedua. Zona kedua terdiri atas 224 candi perwara yang disusun dalam empat baris
konsentris. Candi-candi ini dibangun di atas empat undakan teras-teras yang
makin ke tengah sedikit makin tinggi. Empat baris candi-candi ini berukuran
lebih kecil daripada candi utama. Candi-candi ini disebut "Candi
Perwara" yaitu candi pengawal atau candi pelengkap. Candi-candi perwara
disusun dalam empat baris konsentris baris terdalam terdiri atas 44 candi,
baris kedua 52 candi, baris ketiga 60 candi, dan baris keempat sekaligus baris
terluar terdiri atas 68 candi.
Masing-masing
candi perwara ini berukuran tinggi 14 meter dengan tapak denah 6 x 6 meter, dan
jumlah keseluruhan candi perwara di halaman ini adalah 224 candi. Kesemua candi
perwara ini memiliki satu tangga dan pintu masuk sesuai arah hadap utamanya,
kecuali 16 candi di sudut yang memiliki dua tangga dan pintu masuk menghadap ke
dua arah luar.[15]
Jika kebanyakan atap candi di halaman dalam zona inti berbentuk wajra, maka
atap candi perwara berbentuk ratna yang melambangkan permata.
Aslinya ada
banyak candi yang ada di halaman ini, akan tetapi hanya sedikit yang telah
dipugar. Bentuk candi perwara ini dirancang seragam. Sejarawan menduga bahwa
candi-candi ini dibiayai dan dibangun oleh penguasa daerah sebagai tanda bakti
dan persembahan bagi raja. Sementara ada pendapat yang mengaitkan empat baris
candi perwara melambangkan empat kasta, dan hanya orang-orang anggota kasta itu yang boleh
memasuki dan beribadah di dalamnya; baris paling dalam hanya oleh dimasuki
kasta Brahmana,
berikutnya hingga baris terluar adalah barisan candi untuk Ksatriya, Waisya, dan Sudra. Sementara
pihak lain menganggap tidak ada kaitannya antara candi perwara dan empat kasta.
Barisan candi perwara kemungkinan dipakai untuk beribadah, atau tempat bertapa
(meditasi) bagi pendeta dan umatnya.
Arsitektur
candi Prambanan berpedoman kepada tradisi arsitektur Hindu yang berdasarkan
kitab Wastu Sastra. Denah candi megikuti pola mandala,
sementara bentuk candi yang tinggi menjulang merupakan ciri khas candi Hindu.
Prambanan memiliki nama asli Siwagrha dan dirancang menyerupai rumah
Siwa, yaitu mengikuti bentuk gunung suci Mahameru,
tempat para dewa bersemayam. Seluruh bagian kompleks candi mengikuti model alam
semesta menurut konsep kosmologi Hindu, yakni terbagi atas beberapa lapisan
ranah, alam atau Loka.
Prambanan juga
memiliki tingkatan zona candi:
Bhurloka (dalam Buddhisme: Kamadhatu),
adalah ranah terendah makhluk yang fana; manusia, hewan, juga makhluk halus dan iblis. Di
ranah ini manusia masih terikat dengn hawa nafsu, hasrat, dan cara hidup yang tidak suci. Halaman terlar
dan kaki candi melambangkan ranah bhurloka.
Bhuwarloka (dalam Buddhisme: Rupadhatu), adalah alam tegah, tempat orang suci, resi, pertapa, dan dewata rendahan. Di
alam ini manusia mulai melihat cahaya kebenaran. Halaman tengah dan tubuh candi
melambangkan ranah bhuwarloka.
Swarloka (dalam Buddhisme: Arupadhatu), adalah ranah
trtinggi sekaligus tersuci tempat para dewa bersemayam, juga disebut swargaloka.
Halaman dalam dan atap candi melambangkan ranah swarloka. Atap
candi-candi di kompleks Prambanan dihiasi dengan kemuncak mastaka berupa ratna
(sansekerta:
permata), bentuk ratna Prambanan merupakan modifikasi bentuk wajra yang
melambangkan intan atau halilintar. Dalam arsitektur Hindu Jawa kuno, ratna
adalah sandingan Hindu untuk stupa Buddha, yang berfungsi sebagai kemuncak atau mastaka
candi.
Pada saat
pemugaran, tepat di bawah arca Siwa di bawah ruang utama candi Siwa terdapat
sumur yang didasarnya terdapat pripih (kotak batu). Sumur ini sedalam
5,75 meter dan peti batu pripih ini ditemukan diatas timbunan arang kayu,
tanah, dan tulang belulang hewan korban. Di dalam pripih ini terdapat
benda-benda suci seperti lembaran emas dengan aksara bertuliskan Waruna (dewa laut)
dan Parwata (dewa gunung). Dalam peti batu ini terdapat lembaran
tembaga bercampur arang, abu, dan tanah, 20 keping uang kuno, beberapa butir
permata, kaca, potongan emas, dan lembaran perak, cangkang kerang, dan 12
lembaran emas (5 diantaranya berbentuk kura-kura, ular naga (kobra), padma, altar, dan
telur).[17]
Relief
Relief di
Prambanan menampilkan Shinta tengah diculik Rahwana yang menunggangi raksasa bersayap,
sementara burung Jatayu
di sebelah kiri atas mencoba menolong Shinta.
Panil khas
Prambanan, singa di dalam relung diapit dua pohon kalpataru
yang masing-masing diapit oleh sapasang kinnara-kinnari atau sepasang margasatwa.
Ramayana dan Krishnayana
Candi ini
dihiasi relief
naratif yang menceritakan epos Hindu; Ramayana dan Krishnayana.
Relif berkisah ini diukirkan pada dinding sebelah dalam pagar langkan sepanjang
lorong galeri yang mengelilingi tiga candi utama. Relief ini dibaca dari kanan
ke kiri dengan gerakan searah jarum jam mengitari candi. Hal ini sesuai dengan
ritual pradaksina, yaitu ritual
mengelilingi bangunan suci searah jarum jam oleh peziarah. Kisah Ramayana
bermula di sisi timur candi Siwa dan dilanjutkan ke candi Brahma temple. Pada
pagar langkan candi Wisnu terdapat relief naratif Krishnayana yang menceritakan
kehidupan Krishna
sebagai salah satu awatara Wishnu.
Relief Ramayana
menggambarkan bagaimana Shinta, istri Rama, diculik oleh Rahwana. Panglima bangsa wanara (kera), Hanuman, datang
ke Alengka untuk membantu Rama mencari Shinta. Kisah ini juga ditampilkan dalam
Sendratari Ramayana, yaitu pagelaran wayang
orang Jawa yang dipentaskan secara rutin di panggung terbuka Trimurti
setiap malam bulan purnama. Latar belakang panggung Trimurti adalah pemandangan
megah tiga candi utama yang disinari cahaya lampu.
Lokapala, Brahmana, dan Dewata
Di seberang
panel naratif relief, di atas tembok tubuh candi di sepanjang galeri dihiasi
arca-arca dan relief yang menggambarkan para dewata dan resi brahmana. Arca
dewa-dewa lokapala, dewa surgawi penjaga
penjuru mata angin dapat ditemukan di candi Siwa. Sementara arca para brahmana
penyusun kitab Weda
terdapat di candi Brahma. Di candi Wishnu terdapat arca dewata yang diapit oleh
dua apsara atau bidadari
kahyangan.
Panil Prambanan: Singa dan Kalpataru
Di dinding luar
sebelah bawah candi dihiasi oleh barisan relung (ceruk) yang menyimpan arca
singa diapit oleh dua panil yang menggambarkan pohon hayat kalpataru.
Pohon suci ini dalam mitologi Hindu-Buddha dianggap pohon yang dapat memenuhi
harapan dan kebutuhan manusia. Di kaki pohon Kalpataru ini diapit oleh pasangan
kinnara-kinnari (hewan ajaib bertubuh burung berkepala
manusia), atau pasangan hewan lainnya, seperti burung, kijang, domba, monyet,
kuda, gajah, dan lain-lain. Pola singa diapit kalpataru adalah pola khas yang
hanya ditemukan di Prambanan, karena itulah disebut "Panil
Prambanan".
- Arca Siwa Mahadewa di Prambanan
0 komentar:
Posting Komentar