Museum
Benteng Vredeburg
adalah sebuah benteng yang dibangun tahun 1765
oleh VOC di Yogyakarta selama masa kolonial VOC.
Gedung bersejarah ini terletak di depan Gedung Agung (satu dari tujuh istana kepresidenan di Indonesia) dan Istana Sultan Yogyakarta Hadiningrat yang dinamakan Kraton. Benteng ini dibangun oleh VOC sebagai pusat pemerintahan
dan pertahanan gubernur Belanda kala itu. Benteng ini dikelilingi oleh sebuah parit yang masih bisa terlihat sampai sekarang.
Benteng berbentuk persegi ini
mempunyai menara pantau
di keempat sudutnya. Di masa lalu, tentara VOC dan juga Belanda sering
berpatroli mengelilingi dindingnya.
Sekarang, benteng ini menjadi sebuah
museum. Di sejumlah bangunan di dalam
benteng ini terdapat diorama mengenai sejarah Indonesia.
Masa
Kemerdekaan
Proklamasi Kemerdekaan Republik
Indonesia 17 Agustus 1945 telah berkumandang di Jl. Pegangsaan Timur 56
Jakarta. Berita tersebut sampai ke Yogyakarta melalui Kantor Berita Domei
Cabang Yogyakarta (sekarang Perpustakaan Daerah, Jl. Malioboro Yogyakarta).
Kepala kantor berita Domei Cabang Yogyakarta waktu itu adalah orang Jepang.
Sedangkan kepala bagian radio adalah Warsono, dengan dibantu oleh tenaga-tenaga
lainnya, yaitu Soeparto, Soetjipto, Abdullah dan Umar Sanusi.
Pada siang hari itu, berita tentang
proklamasi kemerdekaan Indonesia disambut dengan perasaan lega oleh seluruh
rakyat Yogyakarta. Ditambah dengan keluarnya Pernyataan Sri Sultan Hamengku
Buwono IX (Pernyataan 5 September 1945) yang kemudian diikuti oleh Sri Paku
Alam VIII yang berisi dukungan atas berdirinya negara baru, Negara Republik Indonesia,
maka semangat rakyat semakin berapi-api.
Sebagai akibatnya terjadi berbagai
aksi spontan seperti pengibaran bendera Merah Putih, perampasan bangunan dan
juga pelucutan senjata Jepang. Masih kuatnya pasukan Jepang yang berada di
Yogyakarta, menyebabkan terjadinya kontak senjata seperti yang terjadi di
Kotabaru Yogyakarta. Dalam aksi perampasan gedung ataupun vasilitas lain milik
Jepang, benteng Vredeburg juga menjadi salah satu sasaran aksi. Setelah Benteng
dikuasai oleh pihak RI untuk selanjutnya penanganannya diserahkan kepada
Instansi Militer yang kemudian dipergunakan sebagai asrama dan markas pasukan
yang tergabung dalam pasukan dengan kode Staf “Q” dibawah Komandan Letnan Muda
I Radio, yang bertugas mengurusi perbekalan militer. Sehingga tidak mustahil
bila pada periode ini Benteng Vredeburg disamping difungsikan sebagai markas
juga sebagai gudang perbekalan termasuk senjata, mesiu dll. Pada tahun 1946 di
dalam komplek Benteng Vredeburg didirikan Rumah Sakit Tentara untuk melayani
korban pertempuran. Namun dalam perkembangannya rumah sakit tersebut juga
melayani tentara beserta keluarganya.
Ketika tahun 1946 kondisi politik
Indonesia mengalami kerawanan disaat perbedaan persepsi akan arti revolusi yang
sedang terjadi, maka meletuslah peristiwa yang dikenal dengan “Peristiwa 3 Juli
1946”, yaitu percobaan Kudeta yang dipimpin oleh Jenderal Mayor Soedarsono.
Karena usaha tersebut gagal maka para tokoh yang terlibat dalam peristiwa
tersebut seperti Mohammad Yamin, Tan Malaka dan Soedarsono ditangkap. Sebagai
tahanan politik mereka pernah ditempatkan di Benteng Vredeburg.
Pada masa Agresi Militer Belanda II
(19 Desember 1948) Benteng Vredeburg yang waktu itu dijadikan markas militer RI
menjadi sasaran pengeboman pesawat-pesawat Belanda. Kantor TKR yang berada di
dalamnya hancur. Setelah menguasai lapangan terbang Maguwo, tentara Belanda
yang tergabung dalam Brigade T pimpinan Kolonel Van Langen berhasil menguasai
kota Yogyakarta, termasuk Benteng Vredeburg. Selanjutnya Benteng Vredeburg
dipergunakan sebagai markas tentara Belanda yang tergabung dalam IVG
(Informatie Voor Geheimen), yaitu dinas rahasia tentara Belanda. Disamping itu
Benteng Vredeburg juga difungsikan sebagai asrama prajurit Belanda dan juga
dipakai untuk menyimpan senjata berat seperti tank, panser dan kendaraan
militer lainnya.
Ketika terjadi Serangan Umum 1 Maret
1949, sebagai usaha untuk menunjukkan kepada dunia internasional bahwa RI
bersama dengan TNI masih ada, Benteng Vredeburg menjadi salah satu sasaran di
antara bangunan-bangunan lain yang dikuasai Belanda seperti Kantor Pos, Stasiun
Kereta Api, Hotel Toegoe, Gedung Agung, dan Tangsi Kotabaru. Kurang lebih 6
(enam) jam kota Yogyakarta dapat dikuasai oleh TNI beserta rakyat pejuang. Baru
setelah bala bantuan Tentara Belanda yang didatangkan dari Magelang tiba ke
Yogyakarta, TNI dan rakyat mundur ke luar kota dan melakukan perjuangan
gerilya.
Meski mampu menduduki kota
Yogyakarta hanya sekitar 6 jam, namun secara politis serangan tersebut
mempunyai arti yang luar biasa. Kebohongan Belanda yang selama ini
ditutup-tutupi akhirnya terbongkar, dan terbukalah mata dunia internasional.
Sehingga berawal dari persetujuan Roem – Royen (7 Mei 1949), akhirnya pada
tanggal 27 Desember 1949 Belanda terpaksa mengakui Kedaulatan RIS setelah
sebelumnya harus melalui proses yang panjang di KMB (Koferensi Meja Bundar)
yang berlangsung pada tanggal 23 Agustus – 2 Nopember 1949. Proses itu tidak
dapat dipisahkan dengan peran besar pemancar radio gerilya di Banaran, Playen,
Gunung Kidul, yaitu Radio AURI PC-2.
Setelah Belanda meninggalkan kota
Yogyakarta, Benteng Vredeburg dikuasai oleh APRI (Angkatan Perang Republik
Indonesia). Kemudian pengelolaan benteng diserahkan kepada Militer Akademi
Yogyakarta. Pada waktu itu Ki Hadjar Dewantara pernah mengemukakan gagasannya
agar Benteng Vredeburg dimanfaatkan sebagai ajang kebudayaan. Akan tetapi
gagasan itu terhenti karena terjadi peristiwa “Tragedi Nasional” Pemberontakan
G 30 S / PKI tahun 1965. Waktu itu untuk sementara Benteng Vredeburg digunakan
sebagai tempat tahanan politik terkait dengan peristiwa G 30 S / PKI yang
langsung berada dibawah pengawasan HANKAM.
Rencana pelestarian bangunan Benteng
Vredeburg mulai lebih terlihat nyata setelah tahun 1976 diadakan studi
kelayakan bangunan benteng yang dilakukan oleh Lembaga Studi Pedesaan dan
Kawasan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Setelah diadakan penelitian maka
usaha kearah pemugaran bangunan bekas Benteng Vredeburg pun segera dimulai.
Tanggal 9 Agustus 1980 dilakukan
penandatanganan piagam perjanjian antara Sri Sultan Hamengku Buwono IX sebagai
pihak I dan Dr. Daud Jusuf (Mendikbud) sebagai pihak II tentang pemanfaatan
bangunan bekas Benteng Vredeburg. Dengan pertimbangan bahwa bangunan bekas
Benteng Vredeburg tersebut merupakan bangunan bersejarah yang sangat besar
artinya maka pada tahun 1981 bangunan bekas Benteng Vredeburg di tetapkan
sebagai benda cagar budaya berdasarkan Ketetapan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan RI Nomor 0224/U/1981 tanggal 15 Juli 1981. Tentang pemanfaatan
bangunan Benteng Vredeburg, dipertegas lagi oleh Prof. Dr. Nugroho Notosusanto
(Mendikbud RI) tanggal 5 November 1984 yang mengatakan bahwa bangunan bekas
Benteng Vredeburg akan difungsikan sebagai museum Perjuangan Nasional yang
pengelolaannya diserahkan kepada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia.
Sesuai dengan Piagam Perjanjian
serta surat Sri Sultan Hamengku Buwono IX Nomor 359/HB/85 tanggal 16 April 1985
menyebutkan bahwa perubahan-perubahan tata ruang bagi gedung-gedung di dalam
komplek benteng Vredeburg diijinkan sesuai dengan kebutuhan sebagai sebuah
museum. Untuk selanjutnya dilakukan pemugaran bangunan bekas benteng dan
kemudian dijadikan museum. Tahun 1987 museum telah dapat dikunjungi oleh umum.
Pada tanggal 23 November 1992 bangunan bekas Benteng Vredeburg secara resmi
menjadi Museum Khusus Perjuangan Nasional berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (ketika itu Prof. Dr. Fuad Hasan)
Nomor 0475/O/1992 dengan nama Museum Benteng Yogyakarta.
Selanjutnya Sesuai dengan Surat
Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor : KM 48/OT.001/MKP/2003
tanggal 5 Desember 2003 Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta mempunyai
Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi yaitu sebagai museum khusus merupakan Unit
Pelaksana Teknis yang berkedudukan di lingkungan Kementerian dan Kebudayaan
Deputi Bidang Sejarah dan Purbakala yang bertugas melaksanakan pengumpulan,
perawatan, pengawetan, penelitian, penyajian, penerbitan hasil penelitian dan
memberikan bimbingan edukatif cultural mengenai benda dan sejarah perjuangan
bangsa Indonesia di wilayah Yogyakarta.
0 komentar:
Posting Komentar