Museum yang berlokasi ditepi barat
sungai Gajah Wong di Jalan Solo ini dulunya juga merupakan tempat tinggal sang
maestro pelukis Indonesia Affandi. Memperingati 100 tahun Affandi di 2007 ini,
museum ini tidak hanya memamerkan lukisan Affandi melainkan juga lukisan
putri-nya Kartika dan Rukmini. Menurut salah seorang pemandu masih ada sekitar
300-an karya Affandi yang masih disimpan (belum dipamerkan).
Tiket masuknya seharga Rp 10.000,-
dan apabila kita membawa kamera maka biaya sebesar Rp 10.000.- akan dikenakan
lagi kepada kita, namun kita diberi kebebasan untuk memotret seluruh bagian
galeri termasuk koleksi lukisan yang dipamerkan !
Bertempat di atas tanah seluas
kurang lebih 3.500m2 arsitektur museum ini menunjukkan kebersahajaan
sang maestro. Bentuk atap bangunan galeri semuanya menyerupai pelepah daun
pisang dan seluruhnya dirancang oleh sang maestro sendiri. Pembangunannya
dilakukan secara bertahap, total terdapat 3 galeri pamer, rumah tinggal dan
ruang keluarga berbentuk gerobak sapi yang dibuat Affandi atas permintaan
istrinya Maryati ketika dirinya sudah beranjak tua dan tak mampu lagi menaiki
tangga menuju rumah utama. Awalnya Maryati meminta Affandi untuk membuatkan
dirinya sebuah caravan dengan alasan caravan bisa dibawa kemana saja dan oleh
Affandi diwujudkan dalam bentuk gerobak sapi.
Galeri I selesai dibangun pada tahun
1962 diatas tanah seluas 314.6m2 yang diresmikan oleh
Dirjen Kebudayaan pada waktu itu
Prof. Ida Bagus Mantra pada tahun 1974. Dalam galeri ini kita bisa menikmati karya
lukisan Affandi dari awal-awal karir melukis hingga yang tahun-tahun terakhir
masa hidupnya berupa sketsa, lukisan cat air, pastel serta cat minyak diatas
kanvas. Mobil kesayangan Affandi semasa hidup yaitu Colt Gallant buatan tahun
1976 juga turut dipamerkan di Galeri I ini. Uniknya mobil itu sudah
di-modifikasi sehingga memiliki bentuk menyerupai ikan. Selain itu ada beberapa
penghargaan baik dari dalam maupun luar negeri seperti Penghargaan Doctor
Honoris Causa dari National University of Singapore di tahun 1974. Koleksi
perangko seri Affandi yang pernah diterbitkan bahkan sepeda Affandi turut
dipamerkan disini.
Dalam Galeri II (yang selesai
dibangun pada tahun 1988 dan diresmikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
pada waktu itu Prof. Dr. Fuad Hassan) akan banyak ditemukan lukisan karya
Kartika yang dipamerkan untuk dijual, menurut pemandu hal ini dalam rangka
memperingati 100th Affandi di 2007. Kalau anda bertanya-tanya mengapa Affandi
memilih gaya melukis seperti sekarang dengan mempelotot-kan (mengeluarkan
sebagian isi cat langsung dari tube-nya) langsung cat tanpa menggunakan
palet untuk mencampur warna, maka anda bisa menemukan jawabannya di Galeri II
ini melalui sketsa “Gambar Sendiri” dimana Affandi menulis:
“Tjat
tube saja gariskan sekaligus di canvas, tapi kemudian disapu dengan tangan atau
penseal. Ini tjara saja temukan dan gunakan untuk memudahkan dan mempertjepat
pekerdjaan. Bukan oleh karena tjepat, tetapi supaja mengalirnja emosi djangan
diganggu. Kalau saja pakai palet, dus mentjampur warna di palet, itu waktu
mengganggu mengalirnja expresi, dan memberikan kesempatan menggunakan otak” .
Galeri III dipergunakan sebagai
ruang pamer karya lukis putrinya, Kartika dan Rukmini serta beberapa sulaman
karya sang istri, Maryati. Galeri ini selesai dibangun pada tahun 1997 dan
diresmikan oleh Sri Sultan HB X. Galeri ini terdiri dari 3 lantai bangunan
dimana dilantai bawah tanah dipergunakan sebagai tempat menyimpan lukisan,
lantai 1 untuk ruang pameran, lantai 2 dipergunakan sebagai ruang
perbaikan/perawatan lukisan.
Rumah Affandi sendiri masih berada
dikompleks museum dan ruang pamer. Atap bangunannya masih berbentuk pelepah
daun pisang. Kolam renang kecil yang terletak dibagian bawah dulunya menjadi
tempat berkumpulnya para cucu Affandi. Kolam ini sempat dibuka untuk umum
tetapi ketika saya datang kolam sedang ditutup.
Didalam kompleks museum juga kita
akan menemukan makam Affandi bersebelahan dengan makam istrinya, Maryati.
Affandi wafat pada tanggal 23 May 1990 dan memilih tempat diantara Galeri I dan
II sebagai tempat peristirahatannya yang terakhir dikelilingi oleh
karya-karyanya.
Melihat kompleks museum Affandi
secara keseluruhan seperti mengingatkan saya akan sosok Affandi sebagai pelukis
yang sangat sederhana dan bersahaja. Semasa hidup Affandi sering mengenakan
sarung dan kaus singlet putih yang kadang sudah sobek disana-sini sambil
menghisap pipa kesayangannya. Tak jarang dengan pakaian seadanya itu ia
berjalan kaki menemui penjual angkringan dan nongkrong bersama sehingga tidak
ada yang menduga bahwa dia adalah sosok pelukis kenamaan yang mempunyai
reputasi tingkat dunia.
Gaya melukis dengan cat warna
langsung di-pelotot-kan diatas kanvas adalah ciri khas Affandi. Saya masih
ingat dalam salah satu tayangan di TV --lebih dari satu dekade lalu--
menunjukkan sosok renta Affandi yang harus dituntun untuk sampai ke kanvas-nya,
disana sudah menanti asisten pribadi yang sudah menyiapkan puluhan cat dalam
keadaan sudah dipelototkan sehingga siap untuk digunakan oleh sang maestro. Tak
lama adegan yang dinanti terjadi, pertarungan dua ayam jantan. Saat itu tangan
tua Affandi bekerja dengan cepat seiring dengan terjadinya pertarungan ayam.
Tube cat digoreskan keatas kanvas bergantian satu sama lain dengan cepat. Tidak
ada palet untuk mencampur warna, tidak ada kuas yang dipergunakan untuk
menorehkan cat. Hasilnya adalah lukisan berjudul “Cock Fighting” yang dibuat
pada tahun 1976. Luar biasa !!!.
Affandi juga salah satu dari sedikit
pelukis Indonesia yang karya-karyanya masih diburu para kolektor baik dalam
maupun luar negeri dan harganya terus meninggi. Karya-karyanya pernah masuk ke
Balai Lelang Christie’s dan Sotheby’s, tak heran ada orang yang bilang “Jangan
percaya kalau ada orang menjual karya Affandi dengan harga dibawah Rp 300
juta.”