Sabtu, 24 Januari 2015

Plengkung Gading

Edit Posted by with No comments


Bagi anda pembaca yang pernah datang ke Yogyakarta, tentunya kota ini memiliki kesan mendalam. Citra Yogya tetap melekat di hati setiap manusia yang pernah berkunjung ke kota ini. Salah satu yang menjadi keistimewaan kota ini adalah pusat kebudayaan Jawa, yaitu Keraton Ngayogyokarto yang terus tetap berkembang. Dengan arsitektur bangunan yang menarik dan khas, keraton memberikan keindahan tersendiri. Termasuk beberapa peninggalan di zaman Sultan HB I, yang cukup banyak bertebaran di kota Yogyakarta. Salah satunya adalah sebuah gapura yang berbentuk melengkung. Gapura ini adalah bagian dari pintu masuk benteng yang mengelilingi keraton Yogyakarta. Karena bentuknya melengkung, maka gapura ini dinamakan Plengkung Gading.
Plengkung gading merupakan satu dari lima plengkung yang merupakan pintu masuk ke jeron (dalam) benteng. Dalam sejarahnya plengkung gading mempunyai nama asli plengkung nirbaya. Plengkung ini terletak di sebelah selatan alun-alun selatan keraton Yogyakarta. Dari sumber tertulis mengatakan bahwa, dalam sistem tata letak keraton Yogyakarta, plengkung ini digunakan untuk pintu keluar jenazah Sultan yang mangkat.. Maka konon selama Sultan masih hidup tidak diperkenankan melewati plengkung nirbaya ini.
Di zaman sekarang di antara lima plengkung yang masih bisa dilihat yaitu plengkung gading di sebelah selatan dan Plengkung Wijilan yang terletak di sebelah timur alun-alun utara. Pembangunan plengkung yang menjadi bagian dari benteng ini tidak lepas dari reaksi Sultan HB I atas pembangunan benteng Vredeburg oleh Belanda di sebelah utara keraton. Maka dibuatlah benteng Baluwarti yang pada masa lalu juga dikelilingi parit guna pertahanan keraton dari serangan Belanda.
Dalam perkembangan zaman sekarang benteng Baluwarti ini tidak lepas juga dengan pembangunan perumahan di sekitarnya. Beberapa bagian benteng ini sudah hancur dimakan usia. Sangat disayangkan memang sebuah bagian dari keagungan masa lalu hilang tanpa bekas. Namun generasi sekarang masih diingatkan oleh sisa-sisa yang bisa diabadikan dan diamati. Termasuk juga pojok Benteng Wetan (timur), pojok Benteng Kulon (barat) dan pojok Benteng Lor (utara) yang sampai saat ini bisa dinikmati.
Sebagai kota bersejarah tentunya pemerintah punya kepedulian dengan perawatan berbagai situs peninggalan masa lalu. Jangan sampai peninggalan ini menjadi korban vandalisme, sehingga sampai merusak berbagai macam situs sejarah. Karena dengan dilestarikannya situs masa lalu ini Yogyakarta akan tetap menarik dan punya keunikan tersendiri.
Dari sumber seorang rekan yang sedang studi di Vatikan, Roma, mengatakan bahwa banyak peninggalan bangunan sejarah yang sampai hari inipun tidak berubah. Artinya entah pemerintah
atau masyarakat sangat peduli dengan bangunan sejarah sebagai penghargaan terhadap nilai seni dan periode sejarah masa lalu. Untuk itu bangunan sejarah menjadi ikon kota-kota di Eropa. Lebih dari pada itu bangunan sejarah bisa menjadi aset wisata dan mendatangkan devisa bagi pemerintah.
Mengapa di Indonesia tidak bisa?  Saya yakin pemerintah kota di Indonesia ini mampu mengelola situs sejarah yang bisa dikenalkan kepada wisatawan.  Memang diperlukan biaya yang tidak sedikit, namun selain itu ada hal yang jauh lebih penting dari pelestarian situs sejarah. Yaitu kepedulian kita terhadap kejayaan dan kearifan yang ditinggalkan serta masih bisa dimaknai sampai sekarang.
Zaman boleh berkembang dan menjadi modern, tapi sebuah kota tidak akan terlepas dari sejarah masa lalu. Termasuk kota Yogyakarta yang memiliki nilai-nilai budaya yang akan terus menawarkan keunikan dan kekhasan bagi siapa saja. Oleh karena itu, plengkung gading akan tetap lestari dan menjadi ikon sejarah kota budaya, walaupun kota Yogyakarta mengalami perkembangan arus zaman.

0 komentar:

Posting Komentar